Makalah Oseanografi dan Perubahan Iklim
OSEANOGRAFI DAN PERUBAHAN IKLIM
OLEH :
LIZA KURNIA
MANSUR
I1F118038
PROGRAM STUDI
OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga saya bisa menyelesaikan makalah mata
kuliah “OSEANOGRAFI DAN PERUBAHAN IKLIM” yang berjudul “INTERAKSI LAUT-ATMOSFER”.
Shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang
telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan
umat di dunia.
Makalah
ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Oseanografi dan Perubahan Iklim di
Program Studi Oseanografi FPIK UHO. Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Amadhan Takwir, S.Kel., M.Si. Selaku dosen mata kuliah Oseanografi
dan Perubahan Iklim.
Terlepas dari itu semua saya menyadari masih banyak kekurangan
dalam makalah yang saya buat. Mungkin dari segi bahasa, susunan kalimat atau
hal lain yang tidak saya sadari. Oleh karena itu saya mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kendari, April 2020
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar ...................................................................................................
Daftar isi .............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................
1.1.
Latar Belakang .............................................................................................
1.2.
Rumusan Masalah .......................................................................................
1.3.
Tujuan
..........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
...................................................................................
2.1. Interaksi Laut-Atmosfer.............................................................................
2.2. Implikasi Sifat Fisis Air Terhadap Cuaca dan iklim ...................................
2.3. Stabitas Isotherm Laut dan Atmosfer.........................................................
2.4.
Fenomena Alam Akibat Interaksi Laut-Atmosfer .......................................
BAB III PENUTUP ............................................................................................
Kesimpulan ..................................................................................................
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laut adalah sebuah tubuh air asin besar yang dikelilingi
secara menyeluruh atau sebagian oleh daratan. Dalam arti yang lebih luas,
"laut" adalah sistem
perairan samudra berair asin yang saling terhubung di Bumi yang dianggap
sebagai satu samudra global atau sebagai beberapa samudra utama. Menurut M.Daud Silalahi (2001), laut ialah
salah satu unsur yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hal
ini lantaran didalam laut terdapat kekayaan yang bisa dimaksimalkan
dalam kehidupan. Laut memiliki banyak fungsi
dan peranan salah satunya sebagai pengendali iklim dunia yaitu melalui gerakan
Termohalin (Thermohaline Circulation) dan gaya coriolis. Selain laut atmosfer juga
berpengaruh pada cuaca dan iklim. Atmosfer merupakan selimut gas yang
menyelimuti beberapa planet, termasuk bumi. Atmosfer terletak di ruang angkasa
dan berada di lapisan terluar bumi. Atmosfer memiliki beberapa manfaat, di
antaranya adalah menjadi media cuaca yang bisa memengaruhi hujan, badai, topan,
angin, salju, awan, dan lainnya. Fungsi atmosfer untuk mengatur proses
penerimaan panas sinar matahari.
Interaksi
laut dan atmosfer selalu sangat berkaitan. Dapat kita lihat dari siklus hidrologi yang
merupakan sirkulasi air di
planet ini. Energi matahari yang merupakan penggerak utama dari siklus ini
memanaskan samudra sehingga air laut menguap. Sembilan puluh persen penguapan
terjadi di laut, sepuluh persen sisanya barulah penguapan yang terjadi di
perairan lainnya dan dari evapotranspirasi. Dari
penguapan tersebut uap air menuju atmosfer kemudian didinginkan dan membentuk
awan di atmosfer. Dari awan yang sudah matang akan muncul presipitasi dan
kemudian jatuh ke tanah. Air yang mengalir di permukaan akan kembali menuju
laut baik melalui sungai ataupun meresap dan tersimpan di daratan. Laut dianggap memainkan peranan yang
sangat penting dalam perubahan iklim. Salah satu parameter penting yang memainkan peranan di laut
adalah suhu permukaan laut (SPL), karena suhu permukaan laut (SPL) menentukan
fluks panas nyata (sensible) dan panas terselubung (latent) melalui permukaan
laut.
Interaksi kopel antara atmosfer dan lautan menyebabkan
fenomena yang sangat penting seperti El Nino, La Nina, Dipole Mode positif (+),
Dipole Mode negative ( -), Ossilasi Maden-Julian, Sirkulasi Walker,Siklus Sel
Hadley, dan lain – lain.
1.2 Rumusah masalah
Rumusan masalah pada makalah
ini yaitu:
1. Bagaimana
Interaksi Laut Dan Atmosfer?
2. Seperti
apa Implikasi Sifat Fisis Air Terhadap Cuaca Dan Iklim?
3. Apa Itu
Stabilitas Isotherm Laut Dan Atmosfer?
4. Fenomena
Alam apa Yang Terjadi Akibat Interaksi Laut-Atmosfer?
1.3 Tujuan
T Tujuan yang ingin dicapai pada makalah ini yaitu:
1. Dapat
Mengetahui Interaksi Laut-Atmosfer
2. Dapat Mengetaui Implikasi Sifat Fisis Air Terhadap Cuaca Dan Iklim
3. Dapat Mengetaui Stabilitas Isotherm Laut Dan Atmosfer
4. Dapat
Mengetahui Fenomena Alam Akibat Interaksi Laut-Atmosfer
BAB II.
PEMBAHASAN
2.1 Interaksi Laut-Atmosfer
Interaksi antara laut dan
atmosfer sangat berkaiatan dan dapat dilihat pada siklus hidrologi yang
merupakan siklus air di planet bumi. Energi matahari yang merupakan penggerak
utama dari siklus ini memanaskan subsistem di bumi sehingga terjadi interaksi yang
cukup kuat untuk menghasilkan atau membentuk suatu sistem kopling (interaksi
dan arah), dimana proses yang terjadi adalah perpindahan energi dan massa dalam
proses neraca energi dalam hal ini energi radiasi termasuk energi panas dan
momentum dalam friksi permukaan.
Interaksi dua arah antara
laut dan atmosfer membentuk proses kopling yang terjadi saat pergantian energi
dan masa di permukaan laut. Proses ini adalah perpindahan energi dan masa pada
proses neraca energi yang berhubungan dengan energi radiasi termasuk energi
panas dan momentum friksi permukaan. Pergantian energi dari neraca masa terjadi
saat penguapan dan hujan, perpindahan mineral dan gas. Gas-gas yang ada di
permukaan mengabsorbsi energi radiasi karena gas-gas tersebut menyerap energi
matahari pada panjang gelombang khusus. Sebagai akibatnya terjadi peningkatan
suhu atmosfer dan mengakibatkan juga peningkatan suhu laut. Salah satu gas
penting yaitu CO2, juga banyak terdapat di atmosfer yang kemudian dapat
diendapkan di dalam lautan. Kepentingan pengendapan CO2 sangat membantu
mengurangi pengaruh pemanasan global. Lautan berperan sebagai pensuplai uap air
terbesar bagi atmosfer. Penguapan terjadi akibat tidak jenuhnya atmosfer oleh
uap dan akibat cukup hangatnya suhu muka laut. Sebaliknya atmosfer mensuplai
energi dan masa dalam bentuk curah hujan dan endapan yang juga melibatkan
transfer energi. Saat lautan mendingin, maka laut akan merespon dengan
menghasilkan gerak konveksi vertikal yang akan mensuplai panas ke permukaan.
Hal ini terjadi karena persamaan kontinuitas masa membutuhkan air dingin
mengendap ke kedalaman dari permukaan tergantikan oleh masa air di bawahnya
yang notabene lebih hangat. Air hangat tersebut akan menyembul ke permukaan.
Proses perubahan suhu di lautan terjadi jauh lebih lambat daripada di atmosfer.
Sebagai akibat maka lautan terus panas meskipun ekuinok atau titik nadir
matahari telah menjauhi garis khatulistiwa. Laut memegang peranan penting dalam sistem siklus di planet bumi. Interaksi
antara laut dan atmosfer dikendalikan oleh transmisi energi panas matahari yang
memanasi lautan atmosfer dan daratan. Salah satu parameter
penting yang memainkan
peranan di laut adalah suhu permukaan laut (SPL), karena suhu permukaan laut
(SPL) menentukan fluks panas nyata (sensible) dan panas terselubung (latent)
melalui permukaan laut.
2.2 Implikasi Sifat Fisis Air Terhadap Cuaca Dan
Iklim
Sifat besarnya nilai panas
spesifik dari air dibandingkan tanah dan udara adalah penyebab utama kenapa
lautan menghangat lebih lambat daripada daratan atau udara dan juga mendingin
lebih lambat. Dibandingkan dengan daratan terdekat, lautan tidak akan memanas
lebih tinggi daripada daratan di siang hari dan juga tidak akan mendingin lebih
dari daratan di malam hari. Suhu dari masa udara lebih dipengaruhi oleh
permukaan dimana udara tersebut diam atau bergerak. Udara di atas lautan
menunjukkan variasi perubahan musiman dan diurnal yang lebih kecil daripada
daratan. Selain itu udara di atas muka laut juga lebih lembab. Salah satu
konsekuensinya, komunitas di pesisir dengan dominasi angin pantai akan memiliki
iklim yang moderat, dengan musim panas yang sejuk dan musim dingin yang tidak
terlalu dingin. Badai yang terjadi di laut didorong oleh tenaga berasal dari
panaslaten yang dilepas ke atmosfer ketika uap air berkondensasi. Uap air
tersebut berasal sebagian besar dari penguapan air laut dimana laju penguapannya
dikendalikan oleh nilai suhu muka laut. Semakin tinggi suhu muka laut maka akan
semakin kuat laju penguapannya. Massa udara dingin dari bawah akan mengurangi
kemungkinan pergerakan vertikal yang dibutuhkan pada pertumbuhan hujan atau
badai.
Daerah yang suhu muka laut
lebih dingin dari suhu udara di atasnya, maka hujan atau badai akan jarang
terjadi di laut dan daerah pesisir yang menerima angin dari daerah tersebut.
Sebaliknya udara panas dari bawah akan menambah kemungkinan pergerakan vertikal
udara yang membawa kepada hujan dan badai. Daerah dimana suhu muka laut lebih
hangat dari suhu udara di atasnya, hujan atau badai akan sering terjadi di laut
dan daerah pesisir yang menerima angin dari daerah tersebut. Sebagai respons
terhadap perbedaan suhu terhadap jarak atau gradien suhu maka panas akan di
transfer dari tempat yang hangat ke tempat yang dingin. Dalam hal ini udara
hangat akan mendingin apabila berpindah dari atas muka laut yang hangat menuju
ke muka laut yang dingin. Sebaliknya udara dingin akan menghangat apabila
berpindah menuju ke muka laut yang lebih hangat. Konsentrasi uap air di atas
muka laut meningkat dengan penguapan. Udara yang hangat dan lembab yang
bergerak melalui muka laut yang dingin akan mendingin menuju titik jenuhnya
sehingga menyulitkan penguapan lebih lanjut. Uap air berkondensasi dan kabut
laut akan terbentuk. Kabut adalah awan yang menyentuh badan air atau daratan.
Kabut juga terbentuk ketika massa udara yang sangat dingin melalui muka air
yang hangat. Dalam hal ini penguapan ke udara dingin akan menghasilkan
kejenuhan dan kabut akan terbentuk seperti uap yang berhembus ke atas.
2.3 Stabilitas Isotherm Laut
Dan Atmosfer
Stratifikasi di laut dan atmosfer terjadi akibat perbedaan suhu dan
tekanan. Di laut perbedaan tekanan dikonversikan dalam hal salinitas atau
kerapatan masa jenis. Pada lapisan bawah di atmosfer, suhu di lapisan lebih
bawah akan lebih hangat daripada lapisan di atasnya. Lapisan atmosfer dimana
sifat perlapisan demikian itu disebut lapisan troposfer. Batas lapisan ini
dengan lapisan di atasnya dimana terjadi kenaikan suhu di lapisan di atasnya
disebut daerah batas tropopause. Lapisan tropopause bervariasi dan paling
tinggi terdapat di daerah ekuator karena suhu di permukaan tanah di wilayah ini
sangat tinggi. Biasanya ketinggian lapisan ini berkisar antara 14 hingga 18 km
dari muka laut. Pada daerah lapisan bawah atmosfer, tropopause adalah lapisan
dengan suhu udara paling rendah. Dengan sifat seperti digambarkan di atas untuk
lapisan troposfer maka secara normal udara di lapisan bawah akan cenderung
bergerak di atas berdasarkan prinsip udara hangat akan mengambang karena ringan
dan udara dingin akan turun karena berat.
Secara alamiah maka atmosfer di muka bumi akan cenderung bersifat
instabil dimana udara di bawah akan bergerak ke atas. Peristiwa pergerakan
secara vertikal masa udara tersebut dikenal dengan istilah konveksi. Tanpa
dibantu oleh sebab lainnya maka pergerakan vertical masa udara jauh lebih
sedikit daripada aliran udara horizontal atau peristiwa adveksi. Pada waktu
musim hujan tambahan suplai uap air memberikan tambahan daya apung di atmosfer
akibat tambahan masa yang lebih mendorong ke atas. Masa uap air akan bergerak
terus ke atas mencari titik stabilitas hingga mencapai daerah atau level dimana
terjadikondensasi atau uap air berubah menjadi butir yang lebih besar seperti
butiran awan. Pada saat tersebut, aktivitas konveksi mencapai puncaknya.
Rangkaian peristiwa tersebut ditambah dengan suplai angina yang lebih
memberikan suplai udara basah ke titik-titik perkumpulan awan. Besarnya energi
apung di atmosfer tiap lapisan dapat dihitung dari berbagai faktor di atas
seperti suhu per lapisan dan kandungan uap air per lapisan. Perhitungan energi
apung biasanya dilakukan dengan pengukuran nilai tersebut per lapisan memakai
alat observasi seperti radiosonde.
Pada waktu musim kemarau
udara cenderung lebih stabil karena berbagai faktor di atas tidak terjadi.
Angin yang kencang pada lapisan atas cenderung memecah lapisan instabilitas
atmosfer sehingga seringkali ditemukan lapisan isotherm yaitu lapisan dimana
suhu tidak berubah terhadap ketinggian atau lapisan inversi dimana suhu malah
menaik terhadap ketinggian. Kedua jenis lapisan tersebut akan membuat udara
cenderung stabil. Hal ini biasanya ditambah lagi dengan kurangnya suplai uap
air dari permukaan karena suhu muka laut yang cenderung lebih dingin di musim
kemarau. Dinginnya suhu muka laut diakibatkan pada musim kemarau titik
kulminasi matahari tidak berada di wilayah Indonesia melainkan jauh disebelah
utara sehingga tingkat radiasi matahari yang diterima di wilayah maritim
Indonesia berkurang. Proses yang terjadi di laut tidak serupa seperti di
atmosfer. Peristiwa konveksi jauh lebih jarang terjadi dan sebagian besar
aliran terjadi karena aliran horizontal. Hal ini disebabkan karena stratifikasi
di laut lebih stabil dibandingkan di atmosfer. Masa udara di atmosfer juga
lebih bouyant (memiliki daya apung tinggi) dibandingkan masa air laut. Oleh
karena itu, di laut proses adveksi memberikan dampak yang lebih kuat daripada
konveksi. Hal ini dapat dilihat apabila kita membuat hubungan antara perubahan
suhu muka laut yang disebabkan oleh aliran arus air.
2.4 Fenomena Alam Akibat Interaksi Laut-Atmosfer
Sistem interaksi antara laut
dan atmosfer menyebabkan berbagai fenomena alam yang dapat dijelaskan secara
ilmiah. Secara keselurahan dan dalam waktu panjang akan membentuk iklim di
suatu daerah tertentu. Fenomena alam terbebut yaitu:
2.4.1. El Nino
El Nino menurut sejarahnya adalah sebuah fenomena yang teramati
oleh para penduduk atau nelayan Peru dan Ekuador yang tinggal di pantai sekitar
Samudera Pasifik bagian timur menjelang hari natal (Desember). Fenomena yang
teramati adalah meningkatnya SPL (Suhu Permukaan Laut) yang biasanya dingin.
Fenomena ini mengakibatkan perairan yang tadinya subur dan kaya akan ikan
(akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak nutrien
dari dasar) menjadi sebaliknya. Pemberian nama El-Nino pada fenomena ini
disebabkan oleh karena kejadian ini seringkali terjadi pada bulan Desember.
Pemberian nama El-Nino pada fenomena ini disebabkan oleh karena kejadian ini
seringkali terjadi pada bulan Desember. El-Nino (bahasa Spanyol) sendiri dapat
diartikan sebagai “anak lelaki”.
Gambar. El-Nino
(Sumber: Google 2020)
Pembentukan El-Nino dikaitkan dengan pola sirkulasi samudera
pasifik yang dikenal sebagai osilasi selatan sehingga disebut juga El
Nino-Southern Oscillation (ENSO) yang merupakan fenomena yang ditimbulkan oleh
interaksi laut-atmosfer. El-Nino merupakan fenomena global dari sistem
interaksi laut dan atmosfer yang ditandai denganmemanasnya suhu muka laut di
Pasifik Equator atau anomali suhu muka laut di daerah tersebut positif (lebih
panas dari rata-ratanya). Pada saat yang bersamaan terjadi perubahan pola tekanan
udara yang mempunyai dampak sangat luas dengan gejala yang berbeda-beda, baik
bentuk dan intensitasnya. Fenomena El Nino secara umum akan menyebabkan curah
hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berkurang, besar pengurangannya
tergantung dari lokasi dan intensitas El-Nino tersebut. Namun demikian, karena
luasnya wilayah Indonesia serta posisi geografisnya yang dikenal sebagai benua
maritim, maka tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena
El-Nino.
2.4.2 La Nina
La-Nina (juga bahasa Spanyol)
yang berarti “anak perempuan”. Fenomena ini memiliki periode 2-7 tahun.
Fenomena ini merupakan kebalikan dari El Nino ditandai dengan anomali suhu muka
laut di daerah tersebut negatif(lebih dingin dari rata-ratanya). La Nina secara
umum akan menyebabkan curah hujan di Indonesia bertambah.
Gambar.
La-Nina
(Sumber: Google 2020)
2.4.3 Indian Ocean Dipole (IOD)
Indian Ocean Dipole (IOD) yakni interaksi kopel atmosfer-samudera Hindia adalah beda
temperatur permukaan laut antara pantai timur afrika dan pantai barat sumatera.
Fenomena dipole Ocean India dapat mempengaruhi curah hujan dibeberapa tempat di
indonesia. Index IOD didefinisikan sebagai beda anomali temperatur permukaan
laut 10 derajat LS – 90 derajat sampai 110 derajat BT. Nilai indeks > 0.35 digolongkan
sebagai IOD (+) dan < -0.35 digolongkan sebagai IOD (-). IOD (+) artinya
temperatur permukaan laut di pantai timur afrika lebih tinggi daripada
temperatur permukaan laut di pantai barat sumatera, sebaliknya untuk IOD (-).
Dengan demikian IOD (+) adalah fasa dingin laut pantai barat sumatera, sehingga
konveksi melemah, sebaliknya untuk IOD (-).
Gambar.
IOD phase negative (kiri) dan IOD phase positif (kanan)
(Sumber:
Google 2020)
2.4.4 Osilasi Madden-Julian (MJO)
Hasil-hasil analisis data atmosfer permukaan dan atas pada kolam
(basin) Pasifik equatorial menunjukan bahwa ada variasi frekuensi rendah
mengenai kekuatan angin atmosfer atas, temperatur pada berbagai paras dan
tekanan permukaan. periodisitas variasi ini ditemukan antara 41 dan 53hari
dengan kejadian sangat sering sekitar 45 hari. Variasi ini dikenal sebagai
Osilasi Madden- Julian (MJO). Osilasi ini memainkan peranan penting dalam
menjelaskan variasi cuaca jangka pendek pada lokasi ekuatorial yang menyebabkan
fasa aktif dan berhenti monsun.
2.4.5 Sirkulasi Walker
Sirkulasi Walker adalah sirkulasi zonal dari timur ke barat
sepanjang ekuator yang ditandai dengan kenaikan udara di samudera pasifik
bagian barat, kawasan Indonesia dan penurunan udara di pasifik bagian timur
lepas pantai Amerika Selatan. Intensitas sirkulasi walker dikendalikan oleh
radiasi temperatur permukaan laut pada samudera pasifik bagian timur dan barat.
Dengan demikian perubahan urutan salah satu komponen sistem iklim ini akan
mengakibatkan perubahan lain.
Gambar. Sirkulasi Walker
(Sumber: Google 2020)
BAB III.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan
dari yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Laut memegang peranan penting dalam sistem siklus di
planet bumi. Interaksi antara laut dan atmosfer dikendalikan oleh transmisi
energi panas matahari yang memanasi lautan atmosfer dan daratan. Salah satu
parameter penting yang memainkan
peranan di laut adalah suhu permukaan laut (SPL), karena suhu permukaan laut
(SPL) menentukan fluks panas nyata (sensible) dan panas terselubung (latent)
melalui permukaan laut.
2. Sifat besarnya nilai panas spesifik dari air dibandingkan tanah dan
udara adalah penyebab utama kenapa lautan menghangat lebih lambat daripada
daratan atau udara dan juga mendingin lebih lambat. Dibandingkan dengan daratan
terdekat, lautan tidak akan memanas lebih tinggi daripada daratan di siang hari
dan juga tidak akan mendingin lebih dari daratan di malam hari.
3. Stratifikasi di laut dan atmosfer terjadi akibat perbedaan suhu dan
tekanan. Di laut perbedaan tekanan dikonversikan dalam hal salinitas atau
kerapatan masa jenis. Pada lapisan bawah di atmosfer, suhu di lapisan lebih
bawah akan lebih hangat daripada lapisan di atasnya.
4. Dari interaksi Laut-Atmosfer
menghasilkan beberapa fenomena alam seperti El-Nino, La-Nina, IOD+, IOD-, MJO,
dan Sirkulasi walker.
DAFTAR PUSTAKA
Surinati D. 2013. Lautan Dan Iklim. Oseana.
Vol.XXXVIII (3) 33-40.
👍
BalasHapus